Selasa, 07 Februari 2012

Surat Dari Ibu






Surat Dari Ibu

Ini kisahku yang pasti sulit untuk aku melupakannya. Kisah yang sangat aku sesali mengapa harus terjadi kepada diriku. Aku tidak mengerti setan apa yang merasuk pada diriku ini, mengapa aku begitu hinanya seperti binatang, bahkan binatang sekalipun tidak sehina diriku. Tetapi apa dayaku untuk memperbaiki semua ini, karena semuanya sudah terjadi begitu cepat dan mengiris hati.
            Kisah ini berawal ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Namaku Ardi, kala itu usiaku baru menginjak dua belas tahun, usia anak kelas enam sekolah dasar. Aku adalah anak yang cukup pendiam, namun pintar. Seperti kata peribahasa “Air tenang menghanyutkan”, walaupun aku diam tapi aku banyak mengukir prestasi baik di sekolah maupun luar sekolah. Karena itulah kamarku penuh diisi oleh piala, medali dan beragam penghargaan dari berbagai acara lomba yang sering aku ikuti. Karena banyaknya prestasi yang aku miliki itulah mengapa aku jadi anak kebanggaan ibuku. Aku selalu dipuja dan dipuji olehnya. Namun, walaupun pujian sering datang dari mulut ibuku, aku bahkan tidak sedikitpun merasa bangga kepada ibuku. Karena berbeda seratus delapan puluh derajat dengan prestasi yang aku raih di dunia pendidikan. Akibat aku memiliki ibu yang tidak sempurna aku jadi sering mendapatkan ejekan dan hinaan dari teman-temanku. “ha ha ha… anak tukang pijat buta lewat, awas kasih jalan nanti dia malah nabrak tembok lagi gara-gara kebawa buta sama kaya ibunya”. Kata mereka teman-temanku jika aku lewat di depan mereka.
            Ya, memang ibuku adalah penyandang cacat, ia tidak bisa mlihat dan yang membuat aku kesal  lagi mengapa dia harus menjadi tukang pijat, suatu pekerjaan yang sanat hina karena harus menyentuh tubuh orang lain yang mungkin tidak jarang dari mereka yang memiliki penyakit kulit dan bau. Aku tinggal hanya dengan ibuku sejak dua tahun yang lalu, setelah meninggalnya ayahku akibat penyakit lever yang sudah lama dideritanya itu. Maka dari itu hanya dari penghasilan ibukulah aku bisa bersekolah  dan menyambung hidup, bahkan aku pernah menjual beberapa piala dan mendaliku ketika aku mau mengikuti ujian di sekolah karena ibu tidak punya uang untuk membayarnya. Karena kejadian itulah  aku menjadi semakin membenci ibuku. Karena menurutku hanya akulah yang berjuang untuk sekolahku, sedangkan ibu tidak peduli.
            Semakin hari semakin sering ejekan dan hinaan dari temanku yang ditujukan kepadaku. Hingga pada suatu hari setelah aku pulang dari sekolah dan sesampainya dirumah aku tidak mengucapkan salam kepada ibuku, dan langsung menuju kamar dan lekas aku kunci kamarku untuk meredam kemarahanku. Ibu yang memang sifatnya perhatian kepadaku merasa aneh dengan sikapku ini dan lekas mendatangiku yang sedang di kamar sambil membawa makanan untuk makan siangku. “Nak, kenapa kamu tadi pulang tidak mengucapkan salam ? ada apa denganmu Ardi.” Aku yang tadinya ingin meredam kemarahanku ini, setelah mendengar suara ibuku yang memang karenanyalah aku diejek dan dihina setiap hari langsung aku membuka pintu dan gemprang… Hancurlah sudah piring yang ibuku bawa itu aku tepak, “Ibu, mau apa ibu menemuiku, ibu tahu tidak, akibat ibu yang buta dan menjadi tukang pijat itu aku sering dapat ejekan dan hinaan dari teman-temanku. Aku benci ibu, sana ibu keluar dari kamarku”, bentakku kepada ibu. Setelah kejadian itu, aku sering mendapati ibuku sedang melamun seperti orang yang sedang menahan tangisnya, namun aku tidak peduli toh ibulah yang menjadi sumber hinaku. Hari demi hari, bula demi bulan dan tahun demi tahun berlalu hingga aku lulus sekolah menengah kejuruan dan bekerja di luar kota. Sebenarnya tidak sedikit tawaran pekerjaan yang aku terima di kotaku sendiri, namun aku lebih memilih untuk bekerja di luar kota agar aku bisa keluar dari rumahku yang kecil dan agar aku bisa berpisah dari pusat kehinaanku, yang tidak bukan dan tidak lain adalah ibuku sendiri. Di duniaku yang baru ini aku benar-benar merasakan bahwa inilah yang namanya kehidupan yang aku idam-idamkan semasa aku masih terkurung dalam sebuah gubuk kecil dulu. Sekarang uang mengalir begitu banyaknya ke dompetku dan yang terpenting adalah aku bahagia karena aku tidak menjadi olok-olokan temanku lagi.
Lima tahun berlalu setelah perginya aku dari rumah dan memilih untuk menjalani hidup yang baru. Timbullah sebuah rasa yang cukup wajar dirasakan bagi semua anak, aku rindu kepada ibuku, aku merindukan perhatiannya yang berlebih itu kepadaku. Aku pun berniat untuk pulang menemui ibuku di kampung minggu depan pada saat libur akhir pekan. Sewaktu aku pulang dari kantor aku melihat sekumpulan orang yang sedang berkumpul menggerumungi seorang anak perempuan. Karena merasa penasaran, aku turun dari mobil dan mulai berjalan mendekati gerumungan orang-orang tersebut dan benar aku melihat ada seorang anak perempuan, dia sedang menangis karena wanita tua yang sepertinya adalah ibunya sedang tergeletak lemas tak bernyawa. Melihat kejadian itu, aku langsung teringat pada ibuku di kampung. Niatku yang tadinya akan pulang minggu depan, aku menjadi tidak mau membuang waktu lagi dan aku lekas bergegas naik ke mobil dan langsung aku tancap gas menuju kediaman wanita tua yang sudah lama aku telantarkan, ibuku. Aku tidak mau samapai menyesal karena tidak sempat meminta maaf kepada ibuku atas semua kesalahan yang telah aku perbuat dimasa yang lalu. Dengan perasaan ridak tenang dan tidak sabar ingin memeluk kembali sesosok agung yang telah melahirkanku ke dunia ini aku meneteskan air mata rindu yang sudah lama tidak menetes lagi. Sempat terlintas dalam pikiranku bahwa kejadian terburuk yang tidak ingin aku alami akan menimpa ibuku, apakah ini firasat seorang anak kepada ibunya atau hanya kekhawatiranku saja yang tercampur dengan rasa rindu dan bersalah. Namun, aku hapuskan perasaan buruk itu karena aku tidak ingin kejadiaan itu benar-benar terjadi. Dua jam perjalanan berlalu hingga tibalah aku di depan gang rumahku yang dulu. Aku langsung turun dan berlari untuk menemui ibuku agar bisa memeluknya, namun aku tercengang ketika aku turun dari mobil ku lihat orang-orang sedang berkumpul di halaman rumahku dan selembar bendera berwarna kuning tengah terpasang di depan pagar rumahku. Aku merasa heran dan takut, jantungku berdebar kencang, darahku memanas, keringatku bercucuran deras, aku takut apa yang aku resahkan dan firasat burukku tadi benar terjadi. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke rumahku, ku buka pintu yang kumuh itu dan disana di ruang tamu aku temukan banyak orang yang sedang berkumpul sambil duduk sila dengan lantunan bacaan surah yaasin. Aku melangkah ragu, dengan berat hati aku beranikan diri untuk maju menuju kumpulan orang itu dan kulihat ada orang yang sedang terbaring dengan ditutupi kain kaftan di tengah-tengah kumpulan orang tadi. Aku dengan perasaan tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi, apakah itu benar ibuku yang sudah tak bernyawa lagi sampai di samping orang berbalut kain kaftan itu, aku lekas membuka penutup wajah yang menutupi mukanya itu untuk memastikan siapakah orang ini. Ternyata benar dia adalah ibuku, wanita mulia yang sudah menjadikan aku ada di dunia ini yang sering aku hina dulu. Maka menetes deraslah air mataku ini dengan tidak tertahan lagi karena yang sejak tadi aku menahannya. “Ibu, apakah ini benar ibu ? Ini bukan ibu kan, ibu pasti Cuma pura-pura kan untuk member kejutan kepadaku ? Jawab bu. Kenapa ibu tidak mau menjawab. Aku sudah pulang bu, aku sekarang sudah menjadi orang yang sukses bu sesuai doa ibu. Aku akan menaik hajikan ibu seperti janji besarku dulu waktu aku kecil. Ibu, ibu.. Maafkan aku ibu, aku sudah menyakitu hati ibudan meninggalkan ibu sendiri disini bersama kekurangan ibu. Aku, aku sayang ibu. Ibu, bangun bu. Aku akan membawa ibu bersamaku ke kota. Ibu jangan tinggalkan aku”. “Sudah Ardi, kamu harus merelakan kepergian ibumu, ini sudah jalannya Ilahi, karena hanya orang pilihan-Nya yang akan dipanggil lebih awal. Kamu harus percaya kalau ibumu akan bahagia disana, dia juga pasti selalu menyayangimu”, bu Ani mencoba menenangkanku yang sedang kacau ini.
Esok paginya ibu langsung diantarkan ke pembaringan terakhirnya mungkin bersama kekecewaannya kepadaku anak yang sering menyakitkan hatinya dan sudah menelantarkannya. Selesai proses pemakaman, aku melanjutkan tangisku di samping makam ibuku sambil mendoakannya dan menyesali semua perbuatan jahat yang telah aku lakukan kepada ibuku. Merasa kelelahan aku lekas pulang ke rumah ibu dan aku mulai menyusuri setiap sudut rumah kecil itu untuk mengingat masa-masa suka dukaku ketika masih bersama ibu. Aku masuk ke kamar ibu untuk sekali lagi memastikan mungkin saja ini hanya mimpi, tapi akhirnya aku harus merelakan hatiku bahwa ini semua adalah sebuah kenyataan pahit dan aku harus menerimanya dengan segala perasaan bersalah ini. Kemudian aku masuk ke kamarku, dan lagi-lagi aku teringat masa-masa ketika aku bertindak kasar kepada ibuku, dan masih terngiang di pikiranku ketika aku menepak piring itu di depan pintu kamarku. Aku duduk di ranjangku dulu yang sampai sekarang masih terawatt rapi. Rupanya ibu selalu merapikan kamarku walaupun aku tidak ada disini. Aku melirik ke arah meja belajarku dulu, aku melihat ada sepucuk surat. Aku meraihnya dan kulihat ternyata itu surat dari ibu yang tijukan kepadaku. Kubuka surat itu dan begini isinya, “Nak, bagaimana kabarmu ? Ibu selalu berdoa disini untuk kebaikanmu, semoga kamu bisa menjadi orang yang sukses. Ibu meminta bantuan ibu Ani untuk menuliskan surat ini untukmu, karena kau tahu sendiri kan ibumu ini tidak bisa melihat. Nak, kalau kamu membaca surat ini mungkin saat itu pula ibu sudah tidak bisa bertemu denganmu lagi dan saat itu pula pasti kamu sudah menjadi orang besar ya nak. Ibu rasa sudah saatnya kamu mengetahui semuanya. Kamu ingat tidak, sewaktu kamu kecil ketika umurmu baru menginjak lima tahun kamu pernah mengalami kecelakaan dan matamu rusak sehingga kamu divonis oleh dokter tidak bisa melihat lagi. Namun dokter mengatakan kepada ibu bahwa ada satu cara untuk membuat kamu bisa melihat lagi, yaitu dengan mencarikan donor mata untukmu namun persediaan donor mata di rumah sakit sudah habis. Maka dari itu Ibu mencarinya kesana kemari namun tak juga ibu temukan donor mata untukmu. Namun karena ibu tidak mau melihat kamu sedih karena tidak bisa melihat keindahan dunia dan masa depanmu hancur, ibu akhirnya memutuskan untuk menyumbangkan kedua mata ibu ini untukmu,dengan begitu kamu menjadi bisa kembali melihat dunia yang indah ini,  sebab ibu sudah cukup puas sampai usia ibu sekarang ibu sudah bisa melihat keindahan dunia. Karena keindahan sesungguhnya yang ibu rasakan adalah bisa melihat kamu nak, malaikat kecil ibu yang sangat ibu cintai . Ibu merasa senang sekali nak ketika ibu mendengar kamu mendapatkan banyak prestasi di sekolahmu, ibu bahagia sekali walaupun seorang anak tukang pijat buta tapi kamu bisa mendulang prestasi dan menjadi anak yang pintar. Terima kasih untuk semuanya ya nak, ibu bangga mempunyai anak sepertimu.”
Setelah membaca surat itu, aku termenung dan menangis. Ibu yang dulu sering aku hina dan tidak pernah aku harapkan menjadi anaknya ternyata dialah sosok agung yang hanya saja terbalut dengan segala kekurangannya, yang telah mengorbankan segalanya untuk kebaikanku anaknya sampai dia rela memberikan kedua matanya untukku. Padahal aku kesal mengapa aku harus mempunyai ibu yang buta, tetapi ternyata dia rela buta hanya supaya aku tetap bisa melihat. Aku yang dianugerahkan ibu semulia beliau bukannya bersyukur dan berterima kasih kepadanya, yang aku lakukan adalah kebalikannya yaitu aku membencinya.

Valentine's Day buat Orang Islam

          Konon ceritanya ada seorang pendeta yang bernama Sonto Valentine
yang berani-beraninya tuh pendeta menikahkan sepasang remaja yang katanya sih
sedang asyik-asyiknya menjalani kisah kasih asmara secara diam-diam, sedangkan
dari pihak imperior (kerajaan) sudah membuat ketentuan pada masa itu, bahwa
para remaja (perjaka) itu dilarang untuk menikah atau melakukan pernikahan dini.
Karena para remaja pada masa itu sangat dibutuhkan untuk dijadikan prajurit yang militant.

Dan katanya sih prajurit yang masih perjaka atau belum menikah tuh mempunyai prestasi yang baik
dan luar biasa di medan pertempuran. Jadi, tindakan si Pendeta tersebut rupanya sangat bertentangan
dengan peraturan kerajaan. Tentunya ia harus menerima hukuman pancung dari sang raja,
namanya raja Claudus II Ghoticus. Insiden tersebut bermula pada tanggal 14 Februari 249 M
atau 1763 tahun silam.

          Sebenarnya sih dari pihak gereja sendiri tindakan Pendeta tersebut dianggap bener, karena
telah melindungi orang yang sedang dimabuk asmara (hihihi kaya judul lagu), malahan Pendeta tersebut
dijuluki sebagai pahlawan kasih sayang, maka tercatatlah sebuah sejarah yang mengatakan bahwa setiap
tanggal 14 Februari siperingati sebagai hari kasih saying bagi umat kristiani. Dan pencetusnya adalah
Paus Glasium I, dan rupanya dengan terputusnya hayat pendeta Santo Valentine di tangan algojo
yang bertempat di kota Cilalpine Gaul, tepatnya di jalan Flamina menjadikan Pendeta Santo Valentine sebagai pahlawan.

          Peringatan hari kasih sayang ini ternyata telah diilhami oleh kebudayaan nenek moyang juga
yaitu pada zaman bangsa Romawi, yaitu pemujaan terhadap Dewa Lupercus (Dewa Kesuburan)
dan Dewa Faunus (Dewa Alam Semesta). Upacara pemujaa tersebut dirayakan pada masa kekuasaan Kaisar Constantine (280-337 M) tepatnya pada tanggal 15 Februari. Dalam upacara tersebut ternyata diantaranya memberikan kesempatan kepada para gadis (remaja putri) untuk menyampaikan pesan-pesan cintanya
kepada remaja putra di sebuah jembatan besar, terus si pemuda menerima pesan-pesan cinta dari si gadis tadi. Kemudian mereka saling berpasang-pasangan, berdansa semalam suntuk, bernyanyi-nyanyi mesra,
dan biasanya sih diakhiri dengan perbuatan yang gitu dehh . . Namun pada abad ke-5, upacara
bangsa Romawi ini sering dilakukan oleh pihak kerajaan sebagai upacara pensucian diri, terus ditahun 494 M,
acara adat tersebut dirubah oleh Paus Glasium I menjadi ritual gereja. Setelah dua tahun dari tahun 494 M sampai dengan tahun 496 M, upacara pensuician tersebut ditetapkan upacara perayaan kasih sayang.

Tanggal peringatannya diubah menjadi tanggal 14 Februari yang asalnya tanggal 15 Februari
yang bertepatan pula dengan tanggal dihukumnya Pendeta Santo Valentine, sehingga hari kasih sayang
sering disebut juga malahan lebih popular dengan sebutan Hari Valentin (Valentine’s Day) sampai sekarang.
Jadi, sekarang kita tahu kan dari mana cerita asal mula / latar belakang diadainnya Hari Valentin, dan apa aja
yang dilakuin. Makanya jangan sok ikut-ikutan deh, liat-liat dulu dong acaranya apa sih yang mau kita rayain nanti.

Jadi, jangan dehh ikut-ikutan ngerayain Valentine’s Day kalo nggak mau dibilang orang nasrani . .